PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BENGKULU
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Secara umum konsep agrowisata mengandung pengertian suatu kegiatan perjalanan atau wisata yang dipadukan dengan aspek-aspek kegiatan pertanian. Pengertian ini mengacu pada unsur rekreatif yang memang sudah menjadi ciri kegiatan wisata, unsur pendidikan dalam kemasan paket wisatanya, serta unsur sosial ekonomi dalam pembangunan pertanian dan perdesaan. Dari segi substansinya kegiatan agrowisata lebih menitikberatkan pada upaya menampilkan kegiatan pertanian dan suasana perdesaan sebagai daya tarik utama wisatanya tanpa mengabaikan segi kenyamanan.
Pada dasarnya agrowisata merupakan kegiatan yang berupaya mengembangkan sumberdaya alam suatu daerah yang memiliki potensi di bidang pertanian untuk dijadikan kawasan wisata. Daerah perkebunan, sentra penghasil sayuran tertentu dan wilayah perdesaan berpotensi besar menjadi objek agrowisata. Potensi yang terkandung tersebut harus dilihat dari segi lingkungan alam, letak geografis, jenis produk, atau komoditas pertanian yang dihasilkan, serta sarana dan prasarananya (Sumarwoto, 1990).
Pengembangan agrowisata pada hakikatnya merupakan upaya terhadap pemanfaatan potensi atraksi wisata pertanian. Berdasarkan Surat Keputusan (SK) bersama antara Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi dan Menteri Pertanian No. KM.47/PW.DOW/MPPT-89 dan No. 204/KPTS/HK/050/4/1989 agrowisata sebagai bagian dari objek wisata, diartikan sebagai suatu bentuk kegiatan yang memanfaatkan usaha agro sebagai objek wisata dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan, pengalaman rekreasi dan hubungan usaha di bidang pertanian. Agrowisata diberi batasan sebagai wisata yang memanfaatkan objek-objek pertanian (Tirtawinata dan Fachruddin, 1996).
Sementara itu, ada juga pandangan yang menyebutkan bahwa agrowisata adalah usahatani yang pemasarannya berorientasi pada kegiatan yang berhubungan dengan pelayanan pariwisata. Misalnya usaha penggemukan sapi atau budidaya sayur-sayuran yang pemasaran hasilnya diarahkan untuk memenuhi kebutuhan hotel atau restoran yang melayani wisatawan. Di sini teknologi yang diterapkan adalah teknologi usahatani yang dapat mencapai mutu produksi sesuai dengan permintaan hotel atau restoran. Jadi, agrowisata merupakan salah satu bentuk kegiatan agribisnis.
Pandangan-pandangan tentang agrowisata sebagaimana disebutkan sebelumnya, pada dasarnya memberikan pengertian bahwa adanya keinginan untuk mengkaitkan antara sektor pertanian dan sektor pariwisata. Harapannya adalah agar sektor pertanian dapat semakin berkembang, karena mendapatkan nilai-tambah dari sentuhannya dengan sektor pariwisata. Secara singkat mungkin dapat disebutkan bahwa agrowisata adalah suatu kegiatan yang secara sadar ingin menempatkan sektor primer (pertanian) di kawasan sektor tersier (pariwisata), agar perkembangan sektor primer itu dapat lebih dipercepat, dan petani mendapatkan peningkatan pendapatan dari kegiatan pariwisata yang memanfaatkan sektor pertanian tersebut. Dengan demikian akan dapat lebih mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat yang bekerja di sektor primer, atau sektor primer (pertanian) tidak semakin terpinggirkan dengan perkembangan kegiatan di sektor pariwisata. Kegiatan agrowisata dapat disebutkan sebagai kegiatan yang memihak pada rakyat miskin (Goodwin, 2000).
Perkembangan berbagai sektor ekonomi di Bali selama sekitar tiga dasa warsa mengindikasikan bahwa sektor pertanian di Bali telah terpinggirkan dengan adanya perkembangan sektor pariwisata. Indikasinya tercermin dari adanya alih fungsi lahan yang cukup besar, yakni rata-rata 750 ha/tahun (Sutawan, 2005), dan semakin enggannya masyarakat (khususnya generasi muda) bekerja di sektor pertanian. Data tentang berbagai sektor ekonomi di Bali ditunjukkan secara lebih rinci pada tabel 1.
Tabel 1. Kondisi Berbagai Sektor Ekonomi di Bali
No. | Uraian | Sektor Primer (pertanian) | Sektor sekunder (industri) | Sektor pariwisata (tersier) |
1 | Sumbangan pada PDRB Bali • 1971 • 2003 | 59,07% 20,00% | 6,57% 15,00% | 33,38% 45,20% |
2 | Kesempatan kerja • 1971 • 2003 | 67,90% 32,30% | 8,34% 22,50% | 65,00% 23,76% |
3 | Sumbangan pada pertumbh. • 1994 • 2000 | 1,93% 1,67% | 15,26% 3,35% | 10,06% 2,93% |
4 | Investasi (l998-2003) | 0,37% | 6,70% | 92,93% |
5 | Nilai tambah (th.2000) | 2,5 juta. | 3,5 juta. | 6,8 juta. |
Sumber : Berbagai sumber.
Tabel 1 menunjukkan bahwa sumbangan sektor pertanian pada PDRB Bali terus menurun, namun sektor ini masih harus menyediakan lapangan kerja yang cukup besar bagi masyarakat. Demikian pula sumbangannya pada pertumbuhan ekonomi masih paling kecil, investasi di sektor pertanian sangat kecil, dan nilai tambah di sektor pertanian juga paling kecil.
Diharapkan dengan adanya pengembangan agrowisata, maka kesejahteraan masyarakat tani di Bali dapat lebih ditingkatkan. Hal ini disebabkan karena potensi untuk pengembangan agrowisata di Bali tampaknya sangat besar. Hal ini didukung oleh kenyataan bahwa potensi wisatawan yang berkunjung ke Bali ternyata sangat besar, dan wisatawan itu cendrung memerlukan diversifikasi obyek wisata. Sementara itu, ada kecendrungan pula, para wisatawan ingin menikmati suasana alami.
Berkait dengan bahasan sebelumnya, tampaknya diperlukan penelitian untuk bisa menemukan sebuah model pengembangan agrowisata di Bali, yang mampu memberikan manfaat yang optimal bagi kesejahteraan masyarakat setempat. Dengan demikian, agrowisata akan semakin dapat dikembangkan di Bali dengan model yang paling ideal, dan juga mungkin dapat bermanfaat dalam rangka pengembangan agrowisata di Indonesia.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan model pengembangan agrowisata di Bali.
KERANGKA KERJA KEGIATAN PENELITIAN
Kerangka kerja kegiatan penelitian (untuk menemukan sebuah model pengembangan agrowisata di Bali) dimulai dengan diskusi di kalangan anggota tim, agar terdapat persamaan persepsi tentang arah, tujuan, dan ruang lingkup penelitian.
Dilanjutkan dengan kegiatan untuk menemukan data sekunder tentang lokasi potensi agrowisata yang ada di Bali. Pemilihan lokasi sampel pada setiap kabupaten, dilakukan dengan diskusi antara tim peneliti, dengan pertimbangan agar ditemukan berbagai variasi potensi agrowisata yang ada. Baik variasi dalam pengelolaan, variasi obyek, dan variasi kegiatan wisata yang dilaksanakan pada obyek tersebut. Dalam bahasa statistik, pemilihan daerah sampel seperti itu, dapat disebutkan dengan cara purposive. Berdasarkan hal-hal tersebut, daerah sampel yang ditetapkan, kebun salak di Desa Sebetan (Kab.Karangasem), kebun anggur di Desa Banjar (Kab. Buleleng), kebun Pulukan di Desa Pulukan (Kab. Jemberana), kawasan sawah di Desa Jatiluwih (Kab. Tabanan), Bagus Agrowisata di Desa Pelaga (Kab. Badung), Ternak Lembu Putih di Desa Taro (Kabupaten Gianyar), kebun kopi di Desa Belantih (Kab.Bangli), dan kebun sawo di Desa Besan (Kab.Klungkung).
Pada setiap daerah sampel penelitian, dilakukan wawancara mendalam oleh tim, dengan tuntutan sebuah pedoman wawancara. Responden dalam penelitian ini adalah orang-orang yang dianggap mengetahui dengan baik tentang proses pengembangan agrowisata tersebut. Diantaranya adalah pengelola obyek agrowisata, masyarakat setempat yang terkait, dan kalangan lain yang disinggung peranannya oleh responden dalam wawancara sebelumnya. Dalam hal ini, pemilihan responden dalam penelitian ini dapat disebutkan dilakukan pula dengan cara purposive, dan juga dengan cara snow ball.
Data dan fakta dalam penelitian ditemukan dalam beberapa putaran penelitian. Setelah proses wawancara yang pertama, maka pihak tim mendiskusikan hasil temuannya, sehingga ditemukan persamaan persepsi tentang pengembangan obyek agrowisata yang bersangkutan. Bila dirasakan ada fakta dan data yang belum terungkap dengan jelas, atau argumentasi fakta dan data itu belum jelas, maka tim kembali ke lapangan untuk dapat menemukan kejelasannya. Selanjutnya data dan fakta lapangan itu dianalisis dengan analisis kualitatif, yakni mendiskripsikan data dan fakta lapangan itu secara logis. Kemudian dirumuskan sebuah model pengembangan agrowisata di Bali.
KERANGKA KONSEP PENELITIAN
Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa hakekat dari agrowisata adalah kegiatan yang mengkaitkan dan memanfaatkan kegiatan pertanian untuk kegiatan pariwisata dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
Pada saat ini pandangan tentang pertanian tampaknya dilihat dari dua kutub yang berbeda. Saragih (2001) melihat sektor pertanian sebagai suatu kegiatan bisnis (agribisnis), dan Mubyarto (l975 dan 2002) memandang kegiatan sektor pertanian sebagai way of life dari masyarakat. Hal ini bermakna bahwa meskipun kegiatan di sektor pertanian harus dipandang sebagai kegiatan bisnis, namun tidak dapat dipungkiri bahwa kegiatan di sektor pertanian pada dasarnya masih merupakan bagian dari budaya dari kehidupan masyarakat setempat.
Karenanya, bahasan-bahasan tentang sektor pertanian dalam konteks apapun (termasuk dalam konteks pariwisata, dalam rangka pengembangan agrowisata) haruslah masih dipandang pertanian itu sebagai bagian dari budaya masyarakat. Selanjutnya, kalau berbicara tentang budaya/kebudayaan sebagai suatu sistem, maka bahasan itu haruslah meliputi aspek konsep/pola-pikir, aspek sosial, dan aspek artefak/kebendaan (Koentjaraningrat, 1993). Dalam penelitian ini, elemen-elemen yang dikaji dalam dalam setiap aspek tersebut, dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Elemen-Elemen dalam Berbagai Aspek dalam Proses Pengembangan Agrowisata
No | Aspek | Elemen | Keterangan |
1 | Konsep/Pola pikir | • Ada kesadaran dari masyarakat setempat tentang potensi yang dimiliki dalam rangka pengembangan agrowisata. Bahwa memang ada sesuatu yang khas, yang diperkirakan dapat menarik bagi kalangan wisatawan. • Ada kehendak dari masyarakat setempat bahwa potensi itu harus dikembangkan. • Ada kesepakatan dari masyarakat setempat untuk menerima uluran tangan dari pihak luar (lembaga indipenden) dalam rangka pengembangan potensi itu. • Ada inisiatif dari pihak luar (lembaga indipenden) untuk mendorong masyarakat setempat untuk mengembangan potensinya, dalam rangka konsep keberlanjutan. • Ada kesepakatan dengan masyarakat di sekitarnya yang terkait/tersentuh dalam pengembangan potensi tersebut, untuk mengembangkan potensi agrowisata itu, khususnya yang berkait dengan hak dan kewajibannya masing-masing. • Ada kesepakatan antara masyarakat setempat dengan pihak komponen kepariwisataan (biro perjalanan) bahwa potensi agrowisata itu memang relevan untuk dikembangkan. • Ada kesepakatan dengan pemerintah setempat untuk membantu pengembangan potensi agrowisata tersebut. • Ada kesepakatan dengan semua stakeholder tentang visi dari pengembangan agrowisata di kawasan tersebut. • Secara tradisional, kawasan itu memang sudah menarik bagi masyarakat setempat, dan kalangan wisatawan-nusantara. | |
2 | Sosial | • Ada kesepakatan dari masyarakat untuk memberikan pengorbanan terhadap lahan yang dimiliki dalam rangka penataan kawasan agrowisata tersebut. • Ada kesepakatan tentang proporsi pembagian pendapatan yang diterima dari kegiatan agrowisata. Baik pembagian pendapatan di kalangan internal kawasan, maupun dengan kawasan di sekitarnya yang terkait. • Ada kesepakatan tentang siapa pengelola kegiatan agrowisata itu, dan bagaimana strukturnya. • Ada kesepakatan tentang pembagian penerimaan antara pihak biro perjalanan dengan pihak pengelola agrowisata. • Ada kesepakatan bahwa masyarakat tidak menggantungkan hidupnya hanya dari kedatangan para wisatawan. Untuk itu mereka harus berusaha meningkakan nilaitambah komoditas yang dihasilkan di kawasan itu. • Ada kesepakatan dari masyarakat setempat untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dalam proses peningkatan nilai tambah komoditas yang dihasilkan, dan dalam pengelolaan agowisata. • Mempersiapkan berbagai paket-kegiatan di kawasan agrowisata itu, dan menyepakati biaya yang harus dibayar oleh wisatawan. • Mempersiapkan awig-awig (aturan tertulis) tentang apa-apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan/dibangun di kawasan agrowisata tersebut. • Mempersiapkan masyarakat setempat untuk mampu menjadi pemandu-wisata di kawasan agrowisata itu. • Melakukan penyuluhan yang dilaksanakan oleh pemda setempat agar masyarakat bisa memperlakukan wisatawan dengan sikap yang sopan. • Melakukan studi-banding ke kawasan lain yang kegiatan agrowisatanya sudah operasional. | |
3 | Artefak/kebendaan | • Memperbaiki prasarana (jalan, tempat berteduh bagi kalangan wisatawan, lokasi bagi wisatawan untuk menikmati pemandangan alam, toilet, dll.). • Menyiapkan lokasi kawasan parkir. • Mempersiapkan peta/sketsa untuk setiap paket-perjalanan di kawasan tersebut. • Mempersiapkan rumah-rumah penduduk sebagai tempat penginapan bagi wisatawan yang ingin bermalam. • Mempersiapkan masyarakat setempat untuk mampu membuat cendramata yang khas dari kawasan itu. • Mempersiapkan lokasi untuk menjual cendramata bagi wisatawan. | |
TEMUAN PENELITIAN
Berdasarkan konsep penelitian yang dikemukakan sebelumnya, khususnya berkait dengan elemen-elemen yang seharusnya diperhatikan dalam mempersiapkan kawasan pengembangan agrowisata (perhatikan Tabel 2), maka dapat disajikan temuan-temuan pada setiap obyek/kawasan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini. Adapun temuan tersebut dikristalkan sedemikian rupa dengan kode + (plus), kode – (minus), dan kode +/- (plus-minus), seperti terlihat secara rinci pada tabel 3.
No | Uraian | Kabupaten | |||||||
Kr | Bl | Jm | Tb | Bd | Gi | B | Kl |
+/- = kegiatannya tidak jelas/diragukan
Kr. = Karangasem; Bl. = Buleleng; Jm. = Jembrana; Tb. = Tabanan
Bd. = Badung; Gi. = Gianyar; B = Bangli; Kl. = Klungkung
Dari tabel 3 terlihat bahwa kawasan agrowisata kebun salak di Desa Sebetan- Karangasem, terlihat paling lengkap dalam memenuhi elemen-elemen yang terkategori dalam aspek pola pikir/konsep, aspek sosial, dan aspek artefak/kebendaan. Oleh karenanya temuan di kawasan ini dapat kiranya dipertimbangkan sebagai sebuah dasar dari model proses pengembangan agrowisata di Bali, yang tujuan akhirnya adalahmemihak masyarakat, dan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
MODEL PENGEMBANGAN AGROWISATA
Bila bercermin dari kamus Oxford, kiranya dapat disebutkan bahwa model adalah sebuah skala kecil dari sebuah kenyataan yang sesungguhnya di lapangan. Sementara itu, Soekartawi, dkk (1986) menyebutkan bahwa model adalah suatu abstraksi dari sebuah realitas, yang mampu menemukan berbagai variabel yang penting dan tepat dari realitas itu. Dengan demikian, dalam pembuatan sebuah model pengembangan agrowisata (di Bali), maka diharapkan dapat dikristalkan bentuk proses pengembangan agrowisata, dengan bercermin dari berbagai bentuk pengembangan agrowisata yang ada di Bali, yang secara realitas sudah berhasil, khususnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Realitas itu telah berkembang tanpa konflik, dan dapat menjamin keberlanjutan obyek tersebut. Seperti disinggung dalam uraian sebelumnya, maka dalam pengembangan model agrowisata, haruslah dikaji berlandaskan pada tiga aspek, yakni aspek konsep/pola pikir, aspek sosial, dan aspek artefak/kebendaan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Pada dasarnya, kegiatan sektor pertanian adalah bagian dari kegiatan budaya masyarakat. Oleh karenanya, semua kegiatan di sektor pertanian termasuk dalam rangka pengembangan agrowisata dapat dipandang/dikaji dengan pendekatan sistem kebudayaan.
2. Sistem kebudayaan memiliki tiga subsistem yakni subsistem konsep/pola pikir, subsistem sosial, dan subsistem artefak/kebendaan. Ketiga subsistem inilah yang digunakan untuk mengkaji model pengembangan agrowisata di Bali.
3. Pertama-tama dikembangkan dulu konsep/pola pikir dari rencana pengembangan agrowisata tersebut. Misalnya, dengan membangun kesadaran dan kesepakatan seluruh masyarakat setempat bahwa pengembangan agrowisata sangat penting dan bermanfaat untuk menambah pendapatan masyarakat. Kalau kesepakatan masyarakat sudah bulat, dilanjutkan dengan mengembangkan kesepakatan sosial masyarakat, misalnya membangun kesepakatan dengan semua desa di sekitarnya, mengembangkan aturan tentang pembagian penerimaan. Kemudian, dilanjutkan dengan mengembangan kesepakatan yang berkait dengan artefak/kebendaan, misalnya kesepakatan tentang tata ruang agrowisata, design pengembangan agrowisata di lapangan, termasuk kesepakatan pengorbanan lahan dari penduduk dalam rangka pengembangan design agrowisata.
DAFTAR PUSTAKA
Goodwin, H. 2000. Pro poor tourism, dalam Journal D+C 5/2000, September-Oktober, Jerman.
Koentjaraningrat. 1993. Kebudayaan, mentalitas, dan pembangunan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Mubyarto. 1975. Pengantar Ekonomi Pertanian, LP3ES, Jakarta.
Mubyarto. 2000. Ceramah yang disampaikan dalam HUT Koperasi UGM tahun 2000 di Yogyakarta.
Saragih, B. 2001. Kumulan pemikiran agribisnis, paradigma baru pembangunan ekonomi berbasis pertanian, edisi milenium (ed : R.Pambudy, dkk), PT Loji Grafika Sarana, Bogor.
Sukartawi; A.Soeharjo; J.L.Dillon; B.Hardaker.1986. Ilmu usahatni dan penelitian untuk pengembangan usaha kecil, UI Press, Jakarta.
Sumarwoto, J. 1990. Pengembangan Agrowisata: Potensi dan Prospek. Seminar Nasional: Pembangunan Pertanian & Pedesaan Sumatera. Berastagi, 5-8 Maret.
Tirtawinata, M.R. dan L. Fachruddin. 1996. Daya Tarik Dan Pengelolaan Agrowisata. Jakarta: Penebar Swadaya.
0 komentar:
Posting Komentar